topmetro.news, Langkat – Eksekusi penahanan yang dilakukan Kejari Binjai terhadap terpidana Samsul Tarigan (ST), Selasa (12/8/2025) malam, menjadi perhatian publik.
Namun, kendati Samsul Tarigan saat ini berada di balik jeruji Lapas Kelas I A Medan, bukan berarti harus pasrah dengan putusan Mahkamah Agung atas vonis 1,4 tahun tersebut. Sebab, Harianto Ginting SH MH selaku penasihat hukum, sudah menyiapkan strategi keadilan hukum lewat Peninjauan Kembali (PK) berdasarkan fakta-fakta baru terhadap perkara yang dibebankan kepada kliennya.
Herianto, yang dikenal sebagai advokat dengan reputasi fokus pada jalur luar biasa (extraordinary legal remedies), meyakini jika putusan Mahkamah Agung (MA) dalam perkara kliennya sarat kekeliruan.
“Bukan sekadar ‘error in judgment’, tetapi \error in fact\ yang berakar pada bukti-bukti yang tak pernah terungkap di persidangan sebelumnya,” terang Harianto Ginting.
Apalagi, katanya, proses eksekusi terhadap kliennya berlangsung tanpa perlawanan fisik. “Hal ini mencerminkan jika klien saya telah bersikap menghormati supremasi hukum, sekaligus menunjukkan bahwa klien saya memiliki niat tulus untuk menempuh jalur hukum yang benar,” ujarnya.
“Klien kami hadir ke Kejari Binjai sesuai panggilan resmi, tanpa ada upaya menghindar. ST menjalani eksekusi dengan penuh kesadaran hukum, meski meyakini putusan tersebut keliru,” tegas Herianto kepada topmetro.news, Rabu (13/8/2025).
Advocat yang biasa akrab dipanggil Bang Ginting ini menambahkan, bahwa sikap kooperatif kliennya bukan berarti tanda menyerah. “Justru, klien kami ST ingin memastikan semua langkah hukum berjalan bersih. Sehingga saat PK diajukan, integritas pihak pembela tidak dapat diganggu gugat,” katanya.
Fakta tak Terungkap
Dalam proses langkah hukum lanjutan melalui PK ini, Harianto memaparkan jika pihaknya telah melakukan penggalian fakta-fakta baru (novum). Ia mengklaim telah menemukan bukti yang secara signifikan dapat mengubah putusan MA, khususnya terkait status Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II yang menjadi objek perkara.
Dalam penelusuran pihak Tim Kuasa Hukum, HGU PTPN II yang menjadi objek perkara tersebut tidak tercatat dalam administrasi pertanahan Kota Binjai. Fakta ini, jika terbukti, dapat mengguncang fondasi argumentasi hukum yang selama ini digunakan untuk menjerat ST.
“HGU yang tidak terdaftar secara administratif tidak bisa dijadikan dasar legitimasi kepemilikan. Ini fakta yang tidak diungkap di persidangan dan akan menjadi amunisi utama di PK,” jelas Herianto.
Harianto Ginting menilai, upaya PK bukan sekadar peluang terakhir, melainkan mekanisme penting untuk menguji integritas peradilan. Dalam sistem hukum Indonesia, PK berfungsi sebagai korektor terhadap putusan yang dianggap bertentangan dengan fakta atau mengandung kekeliruan penerapan hukum.
“Kami ingin PK ini menjadi forum pembuktian ulang yang objektif, bukan sekadar formalitas. Harapan kami, Majelis Hakim akan membuka diri terhadap novum yang kami ajukan dan menempatkan keadilan substantif di atas prosedur semata,” tegasnya.
Demi menghargai proses hukum atas putusan Kasasi MA, saat ini Samsul Tarigan menjalani penahanan di Lapas Kelas I Medan. “Harus diingat, perjuangan hukum ini belum usai. Hukum adalah arena logika, bukti, dan integritas. Selama kebenaran itu ada, kami akan berjuang hingga titik akhir,” tandasnya.
reporter | Rudy Hartono